Kamu ingat? Soal kesombonganmu yang menyebalkan itu
pernah ku protes.
“Aku males disini, orangnya banyak nanya…”, keluhmu.
“Kamu lupa? Ini bukan Jakarta. Ini Salatiga, kota
kecil di Jawa Tengah. Beda budaya lah. Kalau di Jakarta kamu terbiasa dengan
orang yang individualis, disini belajarlah untuk peduli sesama dan ramah”
Sejak itulah aku mengajarimu banyak hal.
Kamu itu lahir di Jepara, tapi gak bisa bahasa jawa sama
sekali dan banyak budaya jawa yang kamu belum tahu karena sejak kecil kamu
sekeluarga harus ikut papamu yang nahkoda itu pindah ke Ibukota. Karena itu,
kamu sering ngajak aku ke pasar yang ada di jalan Jendral Sudirman, Salatiga.
Kamu minta aku menemanimu belanja sekaligus jadi translator bahasa jawa,
padahal aku juga gak banyak pakai bahasa jawa dalam pergaulanku sehari – hari.
Menemanimu belanja itu bikin aku cepat kurus. “Bakar
Lemak” istilahnya. Kamu itu seperti angin yang gak bisa diprediksi akan
berhembus kemana. Sebentar kamu hinggap di tempat penjual buku, sebentar kemudian
kamu udah di depan kios makanan tradisional. Sementara aku mengikutimu di
belakang dengan setia.
Berkali – kali kamu melihatku yang selalu ada
dibelakangmu. Menanyakan apakah aku lelah mengikutimu yang banyak gerak itu. Atau
menanyakan apakah aku lapar atau haus. Aku menggeleng.
padahal aslinya laper banget dan kakiku sangat lelah 😌
“Serius, Nov. Kamu gak mau aku belikan sesuatu?”
“Gak, aku gak ingin apapun”
Aku gak mengerti perasaan ini : “senang ketika melihat
dia bahagia”. Aku senang melihatmu bahagia ketika di pasar. Dan aku juga sabar
banget menjelaskan banyak hal kepadamu; menjawab semua pertanyaanmu tentang
semua yang yang tak kau temukan di Jakarta, tapi kamu temukan di Salatiga. Seperti
perasaanku padamu, yang tak pernah ku temukan sebelumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar