Perempuan
dalam budaya timur.
Dalam
budaya feodal Indonesia, hampir dipastikan bahwa perempuan selalu menempati
kelas kedua. Dikenal istilah dalam budaya Jawa ‘kanca wingking” ( teman belakang ) atau wanita itu wani ditata. Mungkin tak banyak orang tahu bahwa
sebenarnya di kalangan keraton sudah ada prajurit wanita, di kisah pewayangan,
dikenal tokoh Srikandi, seorang prajurit wanita yang berhasil membunuh
Bisma,dalam perang baratayudha dengan bantuan Arjuna atau tokoh drupadi yang
bersuami 5 pandawa, dalam mahabarata versi asli dari india dimana setelah di
jawanisasi drupadi hanya bersuami Yudhistira. Banyak hal yang sebenarnya menyiratkan
bahwa sebenarnya wanita itu setara dengan kaum pria. Namun dalam budaya
feodalisme, kaum wanita terkungkung dan terbelakang, dengan banyak aturan.
Perempuan
Indonesia dari masa ke masa
Pertama
kali timbul kesadaran tentang kesetaraan gender dipelopori oleh RA Kartini,
wanita jepara ini sering kali dalam surat – suratnya menggambarkan kemarahan
dan keperihatinannya terhadap budaya yang membelenggu dirinya untuk
memperjuangkan rakyat Jawa, khususnya wanita. Kemudian gerakan – gerakan
lainnya, seperti yang dilakukan oleh Dewi Sartika, di Bandung. Mereka lebih
menekankan pada pentingnya pendidikan bagi para perempuan. Mereka sadar bahwa
pendidikan pertama kali untuk anak terjadi dalam keluarga, dimana yang paling
berperan besar adalah seorang ibu, nah,
jika ibu tidak berpendidikan, bagaimana masa depan anak sebagai generasi
penerus bangsa??? Berdasarkan pemikiran inilah, pendidikan bagi perempuan
diperlukan, untuk meningkatkan kecakapan seorang perempuan sebagai seorang ibu.
Pada
tahun 1912, muncul organisasi wanita formal modern yang pertama, Putri Mardika,
di Jakarta yang memperjuangkan pendidikan untuk kaum perempuan, mendorong kaum
perempuan agar berani tampil di depan umum, dan mengangkat kedudukan perempuan
menjadi setara dengan laki – laki. Kesadaran semakin berkembang dan keinginan
perempuan untuk lebih maju semakin besar, membuat banyak berkembang organisasi
perempuan yang bersifat kedaerahan. Misalkan saja Keutamaan Istri yang banyak
mendirikan sekolah perempuan di Jawa Barat, kemudian, organisasi perempuan
Kartini, yang juga mengadakan pendidikan perempuan di berbagai daerah di pulau
Jawa. Sesudah tahun 1920 banyak organisasi wanita berlatar belakang agama, seperti
Aisyiyah, Wanudijo Utomo, Serikat putri Islam, dan wanita katholik, yang telah
bergerak dalam pekerjaan sosial.
Gerakan
gerakan wanita yang telah maju kemudian timbul kesadaran politik, dimulai dari
Kongres I wanita di Yogyakarta, yang diikuti oleh perwakilan organisasi –
organisasi perempuan, yaitu Wanito Utomo, Puteri Indonesia, Wanita Katholik,
Wanita Muljo, Aisyiyah, Serikat Istri Buruh Indonesia, Jong Java, Wanita Taman
Siswa. Pada tahun 1932, muncul organisasi wanita paling radikal, Istri Sedar,
yang tidak disukai banyak organisasi perempuan Islam kerena dianggap menyimpang
dari kaidah Agama. Organisasi ini juga ikut terlibat dan terjun langsung dalam
perjuangan untuk kemerdekaan nasional.
Pada
masa penjajahan jepang, terdapat organisasi perempuan yang bertujuan mendukung
perang, Fujinkai. Dan yang terjadi pada wilayah penjajahan jepang, selama
perang dunia ke II, banyak wanita dijadikan
“ Jugun Ianfu” atau budak seks tentara jepang, para Jugun Ianfu berusaha lepas dan melakukan
perjaungan diam – diam, dengan bekerja sama dengan tentara nasional, sehingga
mereka juga terlibat dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar