Well, mengapa saya mempertanyakan hal ini?
Menurut YB. Mangunwijaya, Demokrasi diibaratkan sebuah tanaman hidup. Untuk dapat tumbuh dan berkembang, Demokrasi membutuhkan tanah tumbuh yang pas memenuhi styarat - syarat tertentu. Syarat - syaratnya antara lain :
- suatu bangsa cukup rasional dan cerdas :
- Fair Play
- memberikan ruang untuk pemekaran pihak lain
Indonesia akan kembali pada zaman era Soeharto, hanya ini bentuk terbaru "BERTAHANNYA KEKUASAAN" orang- orang diatas. bukankah budaya kita masih saja : Istri tunduk pada Suami?.
kejadian Presiden satu keluarga yang lainnya : Megawati Soekarnoputri
bila kita bedakan dengan Megawati Soekarnoputri :
Ayahnya Presiden pertama, yang jauh sebelum Ibu Mega menjadi Presiden Bung Karno sudah wafat. jadi tidak ada pengaruh apa - apa selain daripada ideologi dan cara pandang. Tentu beliau dalam menjalankan pemerintahan tetap menjadi diri sendiri.
Bung Karno dari partai PNI, beraliran Marhaenisme. aliran yang diambil dari nama Marhaen, seorang petani yang mengerjakan sawahnya sendiri untuk menghidupi istri dan keempat anaknya. begitulah kira - kira gambaran ideologi yang dikembangkan Soekarno. sementara sang putri, Ibu Mega, berasal dari PDI perjuangan.
Bu Mega bisa bersikap profesional sebagai Ibu Negara dan seorang Istri
Kasus Bu Mega bukan Nepotisme.
jadi Inikah kondisi Demokrasi milik KITA??? Mempertahankan kekuasaan dan manipulasi politik dengan "Boneka"????
silakan kasus ini direnungkan, saya yakin bangsa Indonesia masa kini adalah bangsa yang cerdas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar