Menjadi seorang seniman itu, saya rasa dilematis. Di sisi lain, saya memegang tanggung jawab memberikan yang terbaik untuk para penikmatnya. Saya berusaha agar bagaimana caranya dapat membangun hubungan yang baik untuk para penikmat seni tersebut. Berbagai cara dilakukan untuk promosi. Ya, memang sepintas terdengar sama dengan rekan – rekan saya yang berprofesi sebagai tenaga marketing. Tetapi saya menyadari jika seorang seniman bukanlah seorang seniman, tanpa pengakuan dari para penikmat itu sendiri.
Tentu walaupun dengan pendidikan seni yang minim, dan juga otodidak tapi setidaknya saya mengerti dasar – dasarnya. Bahwa guru teater saya di SMA dulu pernah mengatakan kalau panggung kita tak terbatas dan penonton, adalah bagian dari pertunjukan, saya terapkan betul. Bahkan tak hanya di teater saja, namun juga ketika saya asyik dengan sketsa saya. Untuk saya, perlu memahami bagaimana emosi mereka ketika membaca puisi atau tulisan saya, atau melihat gambar – gambar saya. Entah senyuman mereka, air mata mereka, ataupun kemarahan mereka, saya harus dituntut lebih peka terhadap perasaan mereka. Sebagai seorang seniman, saya dapat dikatakan berhasil bila saya dapat menghantarkan para penikmat seni kepada pesan – pesan saya yang terkandung baik secara implisit maupun eksplisit dalam karya – karya saya. Bukan tidak mungkin cerita horor saya, hanya akan jadi bahan tertawaan, karena sama sekali tidak menakutkan. Itu artinya saya tidak berhasil membawa mereka menyelami cerita yang saya tulis.
Tentu walaupun dengan pendidikan seni yang minim, dan juga otodidak tapi setidaknya saya mengerti dasar – dasarnya. Bahwa guru teater saya di SMA dulu pernah mengatakan kalau panggung kita tak terbatas dan penonton, adalah bagian dari pertunjukan, saya terapkan betul. Bahkan tak hanya di teater saja, namun juga ketika saya asyik dengan sketsa saya. Untuk saya, perlu memahami bagaimana emosi mereka ketika membaca puisi atau tulisan saya, atau melihat gambar – gambar saya. Entah senyuman mereka, air mata mereka, ataupun kemarahan mereka, saya harus dituntut lebih peka terhadap perasaan mereka. Sebagai seorang seniman, saya dapat dikatakan berhasil bila saya dapat menghantarkan para penikmat seni kepada pesan – pesan saya yang terkandung baik secara implisit maupun eksplisit dalam karya – karya saya. Bukan tidak mungkin cerita horor saya, hanya akan jadi bahan tertawaan, karena sama sekali tidak menakutkan. Itu artinya saya tidak berhasil membawa mereka menyelami cerita yang saya tulis.
Dalam keseharian saya, saya pun harus pintar menempatkan diri. Artinya, ketika saya harus jadi seorang Novita, saya akan menjadi Novita. Namun, tatkala saya harus berkarya, saya akan bersifat netral. Ilustrasi gampangnya, seperti sebuah koin dengan dua sisi, yang satu gambar yang lainnya angka. Saat saya menjalani kehidupan pribadi saya, tidak akan saya campur aduk dengan kehidupan seni saya. Saya pun berusaha memanajemen emosi dan perasaan saya. salah satu caranya dengan alter ego saya. biasanya alter ego saya itu netral, bukan laki – laki juga bukan perempuan namanya pun netral Last Angel. Terkadang yang keluar juga Novalito, tetapi Novalito pun hanya tertarik pada Meirina sebagai cinta pertamanya, dan tidak pada perempuan lainnya. Tapi apakah seorang Novita tertarik pada perempuan? Tidak demikian. Novita memang dulu pernah mengagumi seorang gadis bernama Meirina, namun tidak sampai perasaan lebih. Novita saat ini memiliki kekasih yang juga seorang penulis bernama Andreas.
Pada waktu saya berkarya, saya benar – benar ingin hasil yang sempurna menurut saya. inspirasi saya adalah buku, cerita orang lain, kisah pribadi. Juga cerita cinta khas remaja perempuan (dalam hal ini berarti pribadi Novita berkolaborasi dengan alter ego yang lain). Buku dan orang lain di sekitar saya menjadi inspirasi berharga. Jadi saya tidak egois hanya bercerita tentang diri sendiri tetapi juga dunia yang luas. Hal yang saya lakukan adalah membangun simpati dengan lingkungan. Dengan mencoba merasakan apa yang mereka alami, merasakan angin yang berhembus, merasakan senyum kebahagiaan mereka sampai luka duka mereka. Baik dengan curahan hati maupun hanya sepintas melihat mereka. Perasaan simpati yang muncul saya olah sedemikian rupa. Lalu saya akan berusaha tidak hanya membuat sebuah karya, melainkan pula bagaimana caranya membawa rasa simpati itu tetap hidup. Jadi karya saya mempunyai roh, mempunyai jiwa. Itulah totalitas saya.
Dari profesionalitas, netral dan totalitas, tidak mudah memang. Kuncinya, keterbukaan, kepercayaan, dan komitmen. Saya harap saya bisa memegang kedua peran itu selamanya, sebagai seniman yang terus berkarya, dan sebagai Novita pribadi.
Penulis adalah Alberta Novita, seorang mahasiswa FKIP UKSW. Mengambil program studi Pendidikan Ekonomi. Sejak kecil sangat suka menggambar dan menulis. Hingga saat ini, walaupun kuliah bukan di Seni. Tapi suatu saat nanti ingin kuliah lagi di seni. Semoga ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar